Mungkin
benar juga, aku tak perlu mengatakan ungkapan rinduku dengan kata-kata seperti
ini:
Kamulah titik muara rindu
Yang kusandarkan tiap inci
lelahku
Dalam riak bening kedua matamu
Pesona rona keteduhan yang
mengusir lelahku
Bagiku,
ini bukan hanya ungkapan di bibir atau sekedar ‘kegombalan’ untuk mengundang
perhatianmu. Tapi lebih dari itu, ini adalah kejujuran yang kuluruhkan lewat
kata-kata. Setidaknya itu mampu menunjukkan apa yang tak mampu kukatakan lewat
lisan. Sepertinya tidaklah salah jika aku ingin mengungkapkan rinduku dengan
segulung kata-kata.
Mungkin
benar juga, ketika kita sedang bersitegang dan dibelit debat tak berujung, aku
menuliskan kata-kata ini:
Di ambang batas kesabaran yang
menguras akal
Di ujung penentuan yang
menggugat
Hanya kepadamu, kuminta
keteguhan hati
untuk kusandarkan
Mungkin
tidaklah salah, kutuliskan kata-kata itu. Setelah cerita indah kita ternodai
oleh angkuhnya ego kita dan berujung pada penyesalan yang mengimpit dada.
Tapi
biarkan saja keindahan dan kegelisahan itu turut mewarnai barisan hari-hari
kita. Bukankah itu indah? Suka-duka mengetuk irama hari-hari kita, tawa-sedih
menghadirkan citra rasa yang berbeda dalam jiwa kita.
Lalu….
Setelah
kata maaf dan dorongan keyakinan menjelma menjadi seuntai pengertian diantara
kita, kemesraan kembali tiba dan rindu yang juga menggugat tanpa permisi.
Mungkin benar juga, seketika kuungkapkan luapan suka-cita dengan ucapan sebelum
tidur padamu.
Inginku tiba dan singgah dalam
mimpimu
Tidur dan rebah dalam pelukmu
malam ini
Mungkin
benar juga, sederet hariku yang kulalui, selalu saja tak luput dari pesonamu
yang selalu memendarkan sikap apa adanya. Menghapus kesalku menjadi tawa yang
merekah. Selalu.
Mungkin
tidaklah salah, hanya karena aku tak ingin berlalu begitu saja. Aku selalu
berharap, kamu tahu dan mengerti apa yang tengah terjadi pada perasaanku,
kapanpun itu.
Bersanding sepi, di ujung
langit malam tanpamu
Kupeluk bayangmu
Seterusnya, sepanjang malam
Hingga disambut rona merah
mentari pagi
Mungkin
benar juga, apa yang kunanti dulu dan sekarang kusebut itu sebagai cinta. Jika
memang itu sebenarnya, aku hanya ingin menjalaninya dengan tulus dan apa
adanya. Semoga Tuhan meluluskan aku dan kamu sebagai yang terbaik nantinya.
Sampai mata ini enggan
terlelap dalam buaian mimpi
Aku masih saja inginkan
suaramu memecah sepi
Berbisiklah meski hanya berdesir bersama angin
Geliat manja terbesit
tiba-tiba
Mengurai sepotong kenangan
pada mimpi indah
0 komentar:
Posting Komentar