Kepada Hatimu: Yang Kuyakin Tertuju Untukku

Rabu, 21 Mei 2014



Mungkin benar juga, aku tak perlu mengatakan ungkapan rinduku dengan kata-kata seperti ini:
Kamulah titik muara rindu
Yang kusandarkan tiap inci lelahku
Dalam riak bening kedua matamu
Pesona rona keteduhan yang mengusir lelahku


Bagiku, ini bukan hanya ungkapan di bibir atau sekedar ‘kegombalan’ untuk mengundang perhatianmu. Tapi lebih dari itu, ini adalah kejujuran yang kuluruhkan lewat kata-kata. Setidaknya itu mampu menunjukkan apa yang tak mampu kukatakan lewat lisan. Sepertinya tidaklah salah jika aku ingin mengungkapkan rinduku dengan segulung kata-kata.
Mungkin benar juga, ketika kita sedang bersitegang dan dibelit debat tak berujung, aku menuliskan kata-kata ini:
Di ambang batas kesabaran yang menguras akal
Di ujung penentuan yang menggugat
Hanya kepadamu, kuminta keteguhan hati
untuk kusandarkan
Mungkin tidaklah salah, kutuliskan kata-kata itu. Setelah cerita indah kita ternodai oleh angkuhnya ego kita dan berujung pada penyesalan yang mengimpit dada.
Tapi biarkan saja keindahan dan kegelisahan itu turut mewarnai barisan hari-hari kita. Bukankah itu indah? Suka-duka mengetuk irama hari-hari kita, tawa-sedih menghadirkan citra rasa yang berbeda dalam jiwa kita.
Lalu….
Setelah kata maaf dan dorongan keyakinan menjelma menjadi seuntai pengertian diantara kita, kemesraan kembali tiba dan rindu yang juga menggugat tanpa permisi. Mungkin benar juga, seketika kuungkapkan luapan suka-cita dengan ucapan sebelum tidur padamu.
Inginku tiba dan singgah dalam mimpimu
Tidur dan rebah dalam pelukmu
malam ini
Mungkin benar juga, sederet hariku yang kulalui, selalu saja tak luput dari pesonamu yang selalu memendarkan sikap apa adanya. Menghapus kesalku menjadi tawa yang merekah. Selalu.
Mungkin tidaklah salah, hanya karena aku tak ingin berlalu begitu saja. Aku selalu berharap, kamu tahu dan mengerti apa yang tengah terjadi pada perasaanku, kapanpun itu.
Bersanding sepi, di ujung langit malam tanpamu
Kupeluk bayangmu
Seterusnya, sepanjang malam
Hingga disambut rona merah mentari pagi
Mungkin benar juga, apa yang kunanti dulu dan sekarang kusebut itu sebagai cinta. Jika memang itu sebenarnya, aku hanya ingin menjalaninya dengan tulus dan apa adanya. Semoga Tuhan meluluskan aku dan kamu sebagai yang terbaik nantinya.
Sampai mata ini enggan terlelap dalam buaian mimpi
Aku masih saja inginkan suaramu memecah sepi
 Berbisiklah meski hanya berdesir bersama angin
Geliat manja terbesit tiba-tiba
Mengurai sepotong kenangan pada mimpi indah

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2010 Powered by blogger
Winter Christmas design by freebingo bloggerized by Biyan Networks Brought to you by Dzignine.com