Sebuah Nyanyian Hati #6

Minggu, 22 Maret 2015


            Meskipun bila saat ini...
Kita sudah tak bersama lagi...
Ada satu, yang kurindu...
Kehangatan cinta dalam pelukanmu...
*****
Tanpa terasa, hubunganku dan Risky sudah berjalan dua tahun tujuh bulan. Banyak yang menemani kisah kami. Air mata, keegoisan, saling pengertian, mulut-mulut biang gosip, wanita penggangu, maupun mantan. Semuanya telah kami lalui. Kami lewati bersama. Tetapi, ada satu problem yang mengganggu diantara kami berdua. Hanya satu. Tapi jujur saja, kami belum mampu menyelesaikannya.
Jarak.
Aku berniat melanjutkan pendidikanku di UGM. Universitas impianku. Tetapi Risky tetap ingin di Unsri. Yogyakarta – Palembang. Bukan jarak yang hanya ditempuh dalam lima menit.
Siapa yang bisa menentang jarak? Masalah seberat apapun, termasuk wanita pengganggu saja masih bisa kami atasi. Tapi, jarak? Bukan hal yang mudah melakukan LDR seperti kebanyakan orang. Ada saja penghalang LDR itu. Lagipula, frekuensi bertemu tidak seperti dulu. Sebenarnya, aku fine-fine saja. Tak masalah bagiku, aku bukan tipe cewek yang menuntut harus bertemu. Setidaknya memegang kepercayaan dan memberi kabar sudah cukup. Tapi tidak untuk Risky.
Risky takut seiring berjalannya waktu kepercayaan itu makin pudar. Dia berkata takut mengecewakanku. Takut kalau tiba-tiba berselingkuh, memang awalnya berkata tidak, tapi kemungkinan itu ada. Bahkan lebih besar.
“Fir, aku ingin kita putus saja,” ungkapnya murung saat pulang sekolah.

Sebuah Ntanyian Hati #5

Kamis, 19 Maret 2015


Reta resmi pacaran dengan Damar, anak kelas sebelah. Tentu saja beritanya cepat sekali menyebar. Padahal Reta maupun Damar tidak mengekspos hubungan mereka ke media sosial. Yang tahu hanya mereka berdua. Reta memang sudah lama menyukai Damar, ternyata tanpa pendekatan yang rumit, tiba-tiba Damar menyatakan perasaannya lewat chattingan. Barulah terungkap proses pendekatan mereka, lewat obrolan Facebook.
Dan itu di hari yang sama saat Risky menyatakan perasaannya padaku.
Bukan tak mungkin ini juga akan menyebar. Aku menghembuskan napas berat di depan cermin. Apakah dengan berlangsungnya hubunganku dan Risky ini memengaruhi pergaulannya yang mayoritas menjalin pertemanan dengan anak perempuan? Apakah aku akan dibenci oleh fans-fansnya? Apakah aku akan... ah, ini hanya kekhawatiran yang berlebihan. Aku segera menepis pikiran burukku.
Tapi... apakah aku masih bersikap cuek kepada Risky seperti dulu sebelum memulai hubungan? Pipiku memanas. Apakah aku harus bersikap manis seperti layaknya anak perempuan yang sedang pacaran? Memikirkan akan bertemu Risky saja sudah membuat aku gugup. Hei, aku lupa jika kami satu kelas. Aduh, haruskah aku bersikap jaim seperti teman-temanku yang sedang pacaran?
Aku meyakinkan diriku sekali lagi di depan cermin. Kamu nggak apa-apa, Fir. Bukankah bersamanya memang keinginanmu, aku tersenyum lagi.
“Ma, aku pergi dulu,” pamitku seraya mencium tangan Mama.
“Hati-hati, ya,” Mama menyelipkan sepuluh ribu ke sakuku.
Aku melangkah dengan lambat. Pelajaran pertama hari ini adalah keterampilan. Otomatis pelajaran pertama akan dilaksanakan di laboratorium keterampilan. Duh, gimana ya nanti? Apa aku harus ke lab dengan Risky seperti teman-temanku yang lain? Apa aku harus mengabaikannya dan bersama temanku yang lain seperti Dhila atau Reta? Tidak, nanti pastilah Nanda atau Yuni akan bersamanya ke lab jika aku mengabaikannya. Bukankah mereka berdua tidak tahu status hubunganku dengan Risky, mungkin? Ah, aku terlalu memikirkan hal-hal bodoh.
“Loh, ini ya pacarnya Risky?”
 
Copyright 2010 Powered by blogger
Winter Christmas design by freebingo bloggerized by Biyan Networks Brought to you by Dzignine.com