Besok lusa adalah ulang tahun Dhila. Pacarnya Dhila, sekaligus teman sekelasku juga adalah ketua kelasku. Namanya Awan. Kisah Awan dan Dhila tak serumit kisahku. Mereka dari awal tahun ajaran memang dekat, pedekate dua minggu, udah saling memanggil akang dan teteh. Beberapa hari kemudian tiba-tiba Dhila bertandang ke rumahku dan mengatakan Awan menyatakan cinta padanya. Taraaaa mereka bisa jadian. Tak ada gangguan, tak ada hambatan, mengalir begitu saja. Ah, Dhila.
Awan sedang bingung bagaimana
menyiapkan kejutan untuk Dhila. Jadilah ia berkonsultasi padaku, berhubung aku
adalah teman sebangkunya dan teman akrab pacarnya. Awan sendiri mengetahui
perasaanku pada Risky. Sudah kubilang, ini bukan lagi rahasia antar dua-tiga
orang. Tapi sudah bertransformasi menjadi gosip.
Awan menungguku di sebuah bangku
dekat perumahan rumahku bersama temannya dari kelas sebelah, Apri.
“Udah kamu siapin buat ulang
tahun Dhila?” tanyaku tanpa basa-basi saat aku sudah menemuinya.
“Belum, aku juga bingung nih,”
keluhnya.
Akhirnya aku yang mengusulkan
begini, begini, begini untuk ulang tahun Dhila. Ujungnya, dia justru bingung
sendiri! Hoalaaah.
Karena capek, dan aku juga mulai
bosan, akhirnya Awan menyudahi pembicaraan ini. Aku juga mohon diri ingin
pulang, banyak pekerjaan rumah yang belum kuselesaikan. Sebelum pulang, Awan
mengatakan sesuatu.
“Fir...” panggilnya. “Eh, gak
jadi deh.”
“Apaan? Udah manggil jangan nggak
jadi, deh. Jangan setengah-setengah.”
“Tapi kamu janji ya, jangan
ngomong apapun? Pura-pura aja nggak tahu!” dia meminta kepastian.
“Iya, apaan? Cepetan ngomong.”
“Risky, dia...”