Arlin telah tiba di
lokasi lomba. Niko belum tiba. Ketika dikonfirmasi, ternyata dia masih ada
urusan di sekolah dan akan tiba bersama tim fotografi. Arlin menggigit bibir
bawahnya. Ia penasaran akan tanggapan Niko dengan penampilannya. Ia telah
mengubah penampilannya habis-habisan. Rambutnya yang semalam digulung telah
keriting indah. Menjuntai di punggungnya. Kulitnya juga sudah mulus. Ia
bela-belain luluran pagi tadi dengan lulur mamanya. Wajahnya juga sudah dibedak
tipis. Tadi pagi bahkan Arlin membujuk Arisa, kakaknya untuk membantunya memasang
maskara. Natural, tapi tampak membuat Arlin manis sekali.
15 menit kemudian, tim
fotografi datang . Arlin mendongak. Mencari-cari Niko. Itu dia! Niko datang
dengan motornya. Saat Arlin siap untuk ‘say hi’, dia lihat di belakang Niko
sosok orang yang amat dikenalnya. Jovika!
Arlin tertegun. Ya Tuhaaan. Saat Niko mendekatinya, ia
membisu.
“Arlin?”
“Kak, itu bukannya..
kak Jovika?” suara Arlin bergetar.
Niko mengikuti arah
telunjuk Arlin. Arlin menunjuk wanita yang tinggi semampai dengan kamera SLR digantungkan
di lehernya. Simple. Tapi<!–more–> kau bisa merasakan aura Jovika menguar.
“Oh itu, tadi mobilnya
gak muat. Terus Jovika disuruh nebeng aku.”
“Kak Jovika tim
fotografi?”
Niko mengangguk.
“Terus, kenapa harus
kak Jovika?” cecar Arlin.
Niko dapat menangkap
nada tak senang dari Arlin. Niko tersenyum tipis. Senyum itu lagi! keluh
Arlin dalam hati. Ia tak tahan dengan senyum itu. Ia harus mati-matian menahan
dirinya untuk tidak mencubit pipi Niko.
“Karena Jovika
terlambat. Tidak mungkin menyuruh yang lain turun dari mobil lagi
menggantikannya,” jelas Niko. “Memangnya kenapa?”
Ditanya begitu, Arlin
makin kikuk. Niko tertawa. Lalu menyuruh Arlin untuk bersiap-siap di belakang
panggung.
“Oke kak.” Arlin
menatap Niko lagi,”wish me luck!”
Niko mengacungkan kedua
jempolnya