Hari Bermalas-malasan

Senin, 21 Desember 2015



Minggu tenang dateng, uhuuuy! :D
Semester tiga ini baru gue rasain yang namanya jadi mahasiswa. Baru kerasa yang namanya deadline. Yeah meski semester kemarin sama aja sih, penuh deadline. Tapi entah mengapa sensasinya baru kerasa di semester tiga. Mungkin karena puncak kepanitiaan juga kali ya. Kepanitiaan yang bertumpuk dengan agenda kuliah. Jadi serasa kayak banyak banget, huhuhuu.
Daaaan ini saat yang tepat buat memanjakan diri. Haaa!
Dua hari kemarin gue hibernasi alias tidur panjang. Bahasa anak-anak sih ngebo. Tapi biar gue keliatan lebih beradab, gue menyebutnya beruang kutub *sama aje*. Kamar gue udah kayak kapal pecah. Berantakan. Gue juga tanpa sadar numpuk baju yang tingginya udah kayak gunung. Gileee, pantes persediaan baju gue udah nipis. Ini akibat terlalu fokus mengejar IP 4 T^T (gaya lu, awas aje kalo kagak dapet tuh nilai).
Makaaa, gue udah nyuci tuh baju. Pinggang gue langsung senut-senut minta dipijet. Gue nggak tega kalo mau nge-laundry. Kasihan dompet gue makin tipis (oke, ini ambigu). Kamar juga udah gue rapi-rapiin. Yaaaa gue akan pulaaang setelah UAS^^. Itulaaaah kenapa gue bersemangat sekali rapi-merapikan :D

Between Hot and Cold

Rabu, 25 November 2015

            Hari ini adalah hari kelima tepat sebelum bulan November berakhir. Yak, bentar lagi kita akan memasuki bulan Desember dan memasuki musim dingin. Horeee, saljunya akan lebih lebat lagi :D
Memasuki musim dingin, gue bukan mendingin melainkan makin hooot! Tau kenapa? Memasuki musim dingin itu sama dengan memasuki bulan UAS. Menjelang UAS, dosen-dosen semakin gencar memberikan tugas dan kuliah-kuliah tambahan *noooooooo!!!* . Minggu depan tampaknya gue akan mulai ngencengin sabuk pengaman. Apalagi ini lagi musim-musim PEMIRA & PEMILTAS, suasana hot menjelang UAS ditambah lagi suasana demokrasi ala kampus. Ditambah lagi gue diminta jadi timses salah satu senator angkatan! Itu ngebuat gue harus pinter-pinter menej waktu antara kuliah-timses-organisasi. Mendadak, time table gue yang awalnya polos, jadi penuh planning-planning.
Tugas klinis minggu depan aja ada tiga. Super sekali.
Tugas pendidikan harus dikumpul sebelum tanggal empat Desember.
Tugas TI masih dua minggu lagi, sih. Hehehe.
Tugas obsint tampaknya akan lebih horor.

Baru Keluar Dari Gua -.- Annyeong!

Selasa, 27 Oktober 2015


Annyeong!
Nggak kok, nggak. Blog ini masih ada empunya. Jadi jangan left dulu, nyaw! Xoxo. Iya, gue tau kok kenapa kalian rada ngeri dengan sapaan di awal. Padahal blog ini kayaknya udah lama banget yak nggak diisi, terus tiba-tiba ada yang nyapa -_- Ho’o, gue sibuk. Sibuk kepanitiaan, sibuk tugas, kuis-kuis, dan agenda lain.
Sok sibuk lo!” *digeplak duit sama readers*
Yaelah, gue jujur. Kalo mau gue kasih timeline kegiatan gue, gue kasih nih catetannya. Sering banget gue ngecek blog gue. Alhamdulilaaah “belum” colaps. Dan gue memutuskan untuk ngepost. Tau kenapa? Gue disuruh bikin weblog edukasi gitu sama dosen. Gue lagi bingung isinya mau diisi apaan ya? Rencananya sih mau diisi tentang seputar otak manusia gitu. Abisnya, dosennya mau isinya tuh satu topik pembelajaran. Karena bingung, gue beralih dulu ke blog yang telah mengharumkan nama gue di dunia (pergaiban).
Mau tau alamatnya? Tapi masih kosongan gitu, sih. Gue cuma ngonsep aja isinya mau kayak gimana. Rencananya, hari minggu nanti gue mau di kampus seharian. Wifian.

Salam, Menjelang UN 2015

Jumat, 10 April 2015

      Heyhoo!
      Geez, udah berapa lama gue nggak ngeshare kegiatan gue di sini? Iya, kemarin gue cuma ngepost cerita aja. Cerita yang sesungguhnya udah gue kelarin jauh sebelum semester dua berlangsung sekarang. Masih ada beberapa cerpen lagi, lho. Salah satunya udah diminta sama jurnalis fakultas. Iya, buat pengisi halaman buletin. Belum gue post, sih. Nantilah. Kalian emang nggak kangen sama celotehan gue? Nggak? Alaah, jangan boong :3
      Betewe, gue disini nggak bergantung sama kalender. Bagi gue ngitung hari di kalender itu malah bikin gue galau. Why? Karena gue pingin cepet-cepet pulang kampung. Dan gue baru bisa pulang itu saat lebaran. Masih tiga bulan lagi, masih lama errghh. Ditambah kebiasaan gue dari SD sampe sekarang itu nggak pernah nulis tanggal kalo nyatet. Makin tenggelamlah gue dalam dunia tanpa peradaban.
      Gue di sini juga hidup tanpa televisi. Daripada gue nonton televisi, mending gue nonton Seung Gi oppa di YouTube atau ngerampok film-film di harddisk orang. Hehehe. So? Yaaa gue nggak tau apa-apa soal perkembangan dunia. Nah, kemarin gue ngeliat status temen gue yang nyemangatin buat adek-adek kelas. Iya, nyemangatin untuk UN. Hah? UN? Perasaan gue kok kayak cepet banget ya, waktu berputar?

Sebuah Nyanyian Hati #7

Jumat, 03 April 2015

Huhuuu akhirnya nyampe juga chapter terakhir :D
Sebenernya sih, udah selesai lama. Cuma berhubung gue nggak sempet ngepost, akhirnya yaaa kelamaan dah. heheeeEEE...

________________



Aku akhirnya resmi putus dari Risky. Ada rasa kosong dalam hati. Entahlah, apa ini hanyalah kebiasaan yang tiba-tiba tak terlaksana, atau memang aku membutuhkannya. Tapi, dia tetap menghubungiku. Menelponku, meski tak sesering dulu. Masih suka menyanyi untukku. Tetap saja hatiku getir, ketika teringat kembali alasannya meninggalkanku dulu.
Aku masih suka menangis sendiri. Memeluk teddy bear-ku dan menganggap itu Risky. Memeluk erat-erat dan berbisik di telinganya meskipun kutahu itu sia-sia.
“Aku mencintaimu, kenapa kamu tega sekali meninggalkanku,” begitulah bisikku berulang-ulang pada bonekaku. Tetapi boneka itu hanya tersenyum, membisu. Dan aku akan memeluknya erat-erat dan menangis di kepalanya. Terus, terus, berulang-ulang tiap malam ritual itu aku lakukan.
*****

Sebuah Nyanyian Hati #6

Minggu, 22 Maret 2015


            Meskipun bila saat ini...
Kita sudah tak bersama lagi...
Ada satu, yang kurindu...
Kehangatan cinta dalam pelukanmu...
*****
Tanpa terasa, hubunganku dan Risky sudah berjalan dua tahun tujuh bulan. Banyak yang menemani kisah kami. Air mata, keegoisan, saling pengertian, mulut-mulut biang gosip, wanita penggangu, maupun mantan. Semuanya telah kami lalui. Kami lewati bersama. Tetapi, ada satu problem yang mengganggu diantara kami berdua. Hanya satu. Tapi jujur saja, kami belum mampu menyelesaikannya.
Jarak.
Aku berniat melanjutkan pendidikanku di UGM. Universitas impianku. Tetapi Risky tetap ingin di Unsri. Yogyakarta – Palembang. Bukan jarak yang hanya ditempuh dalam lima menit.
Siapa yang bisa menentang jarak? Masalah seberat apapun, termasuk wanita pengganggu saja masih bisa kami atasi. Tapi, jarak? Bukan hal yang mudah melakukan LDR seperti kebanyakan orang. Ada saja penghalang LDR itu. Lagipula, frekuensi bertemu tidak seperti dulu. Sebenarnya, aku fine-fine saja. Tak masalah bagiku, aku bukan tipe cewek yang menuntut harus bertemu. Setidaknya memegang kepercayaan dan memberi kabar sudah cukup. Tapi tidak untuk Risky.
Risky takut seiring berjalannya waktu kepercayaan itu makin pudar. Dia berkata takut mengecewakanku. Takut kalau tiba-tiba berselingkuh, memang awalnya berkata tidak, tapi kemungkinan itu ada. Bahkan lebih besar.
“Fir, aku ingin kita putus saja,” ungkapnya murung saat pulang sekolah.

Sebuah Ntanyian Hati #5

Kamis, 19 Maret 2015


Reta resmi pacaran dengan Damar, anak kelas sebelah. Tentu saja beritanya cepat sekali menyebar. Padahal Reta maupun Damar tidak mengekspos hubungan mereka ke media sosial. Yang tahu hanya mereka berdua. Reta memang sudah lama menyukai Damar, ternyata tanpa pendekatan yang rumit, tiba-tiba Damar menyatakan perasaannya lewat chattingan. Barulah terungkap proses pendekatan mereka, lewat obrolan Facebook.
Dan itu di hari yang sama saat Risky menyatakan perasaannya padaku.
Bukan tak mungkin ini juga akan menyebar. Aku menghembuskan napas berat di depan cermin. Apakah dengan berlangsungnya hubunganku dan Risky ini memengaruhi pergaulannya yang mayoritas menjalin pertemanan dengan anak perempuan? Apakah aku akan dibenci oleh fans-fansnya? Apakah aku akan... ah, ini hanya kekhawatiran yang berlebihan. Aku segera menepis pikiran burukku.
Tapi... apakah aku masih bersikap cuek kepada Risky seperti dulu sebelum memulai hubungan? Pipiku memanas. Apakah aku harus bersikap manis seperti layaknya anak perempuan yang sedang pacaran? Memikirkan akan bertemu Risky saja sudah membuat aku gugup. Hei, aku lupa jika kami satu kelas. Aduh, haruskah aku bersikap jaim seperti teman-temanku yang sedang pacaran?
Aku meyakinkan diriku sekali lagi di depan cermin. Kamu nggak apa-apa, Fir. Bukankah bersamanya memang keinginanmu, aku tersenyum lagi.
“Ma, aku pergi dulu,” pamitku seraya mencium tangan Mama.
“Hati-hati, ya,” Mama menyelipkan sepuluh ribu ke sakuku.
Aku melangkah dengan lambat. Pelajaran pertama hari ini adalah keterampilan. Otomatis pelajaran pertama akan dilaksanakan di laboratorium keterampilan. Duh, gimana ya nanti? Apa aku harus ke lab dengan Risky seperti teman-temanku yang lain? Apa aku harus mengabaikannya dan bersama temanku yang lain seperti Dhila atau Reta? Tidak, nanti pastilah Nanda atau Yuni akan bersamanya ke lab jika aku mengabaikannya. Bukankah mereka berdua tidak tahu status hubunganku dengan Risky, mungkin? Ah, aku terlalu memikirkan hal-hal bodoh.
“Loh, ini ya pacarnya Risky?”

Sebuah Nyanyian Hati #4

Kamis, 26 Februari 2015


Besok lusa adalah ulang tahun Dhila. Pacarnya Dhila, sekaligus teman sekelasku juga adalah ketua kelasku. Namanya Awan. Kisah Awan dan Dhila tak serumit kisahku. Mereka dari awal tahun ajaran memang dekat, pedekate dua minggu, udah saling memanggil akang dan teteh. Beberapa hari kemudian tiba-tiba Dhila bertandang ke rumahku dan mengatakan Awan menyatakan cinta padanya. Taraaaa mereka bisa jadian. Tak ada gangguan, tak ada hambatan, mengalir begitu saja. Ah, Dhila.
Awan sedang bingung bagaimana menyiapkan kejutan untuk Dhila. Jadilah ia berkonsultasi padaku, berhubung aku adalah teman sebangkunya dan teman akrab pacarnya. Awan sendiri mengetahui perasaanku pada Risky. Sudah kubilang, ini bukan lagi rahasia antar dua-tiga orang. Tapi sudah bertransformasi menjadi gosip.
Awan menungguku di sebuah bangku dekat perumahan rumahku bersama temannya dari kelas sebelah, Apri.
“Udah kamu siapin buat ulang tahun Dhila?” tanyaku tanpa basa-basi saat aku sudah menemuinya.
“Belum, aku juga bingung nih,” keluhnya.
Akhirnya aku yang mengusulkan begini, begini, begini untuk ulang tahun Dhila. Ujungnya, dia justru bingung sendiri! Hoalaaah.
Karena capek, dan aku juga mulai bosan, akhirnya Awan menyudahi pembicaraan ini. Aku juga mohon diri ingin pulang, banyak pekerjaan rumah yang belum kuselesaikan. Sebelum pulang, Awan mengatakan sesuatu.
“Fir...” panggilnya. “Eh, gak jadi deh.”
“Apaan? Udah manggil jangan nggak jadi, deh. Jangan setengah-setengah.”
“Tapi kamu janji ya, jangan ngomong apapun? Pura-pura aja nggak tahu!” dia meminta kepastian.
“Iya, apaan? Cepetan ngomong.”
“Risky, dia...”

Sebuah Nyanyian Hati #3

Kamis, 12 Februari 2015

           Aku sudah merelakan Risky. Biarlah, biarlah semua mengalir begitu saja. Risky berhak menentukan pilihannya. Malam ini, aku sudah membuang semua rasa itu. Air mata juga sudah mengering. Aku tahu konsekuensi jatuh cinta diam-diam. Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam hanya akan menyaksikan dari kejauhan. Hanya bisa mendoakannya dalam diam.
Seperti aku.
Orang yang jatuh cinta diam-diam. Menulis surat juga hanya ditemani oleh pena, saksi bisu semua ini. Surat untuk Risky, yang tentu saja tak akan tersampaikan padanya.
Malam ini, kurelakan Risky pergi. Aku menerima kenyataan bahwa aku hanyalah seorang penonton. Yang menyaksikan semuanya di luar panggung kehidupannya.

Sebuah Nyanyian Hati #2

Sabtu, 07 Februari 2015

     Ternyata, Risky cukup akrab dengan beberapa anak di kelas. Dengan anak perempuan apalagi! Tapi aku cukup pandai menepis rasa tidak sukaku dengan pura-pura tak acuh. Satu lagi kepribadianku yang dinilai berlebihan oleh teman sekelasku: cuek. Nampaknya ini yang membuatku tak dilirik sama sekali oleh Risky. Pernah sih, tapi seperti biasa, jika dia mengajakku bicara, aku akan menjawab seadanya dan tak menoleh ke arahnya. Mungkin itu sebabnya dia tak melirikku sama sekali. Itu kulakukan karena aku grogi, aku tak ingin terlihat salah tingkah di depannya. Aaargh, Fira dodooool!
      Suatu hari, aku tak tahan lagi. Mungkin aku terlalu terburu-buru. Mungkin juga tidak. Aku mengaguminya selama dua bulan, dihitung sejak ia maju ke depan kelas beberapa waktu lalu. Aku menceritakan ini pada temanku yang tak bisa dibilang akrab dan juga tak dekat. Tapi karena reputasinya yang baik, aku percaya saja, sih. Seharusnya aku cerita saja pada Dhila dibanding dia, yang membuatku menyesal di kemudian hari. Namanya Vioni.
      “Vi, aku lagi suka sama orang, nih. Dia anak kelas kita. Tapi jangan tanya siapa orangnya,” ungkapku begitu saja ke inti saat aku sedang berkunjung ke rumahnya.
Raut wajah Vioni tak begitu jelas. Kebetulan saat itu aku berkunjung pada waktu sore yang mendung. Ditambah lagi adanya pemadaman listrik, jadi aku menerka saja bagaimana reaksinya. Pastilah seperti lazimnya kebanyakan orang, Vioni menampilkan wajah penasaran dan ingin tahu. Tetapi kurasa tebakanku salah begitu mendengar jawabannya.
“Risky, bukan?”
Tuiiing! Kok tahu, sih?!
“Hah, kok tahu sih, Vi?” kaget, ya jelas.
“Ya kelihatan dari kamunya,” kata Vioni.
“Tapi jangan kau utarakan padanya,” aku setengah mengancam. “Bisa gawat kalo dia tahu. Malu. Mau disembunyikan dimana mukaku nanti.”

Sebuah Nyanyian Hati #1

Selasa, 03 Februari 2015



Prolog: Aku baru pulang kuliah, ketika kubuka pintu kos masih terkunci rapat. Kulirik jam dinding di ruang tengah. Pukul sembilan malam. Duh, aku terlampau lelah untuk mengerjakan tugas. Biarlah, mungkin menjelang subuh baru kukebut. Lagipula hanya “sekedar” revisi.
                Setelah mandi dan berberes, aku segera bersantai. Duduk di atas ranjang dengan secangkir kopi gingseng dan menonton drama Korea. Yeah, untuk santai tak perlu mahal. Cukup seperti ini sudah menenangkan pikiranku.
                Saat menekan tombol on, tiba-tiba terdengar suara radio dari kamar sebelah yang memutar sebuah lagu.
Ku melintas, pada satu masa
Ketika kumenemukan cinta
Saat itu kehadiranmu
Memberi arti bagi hidupku
Meskipun bila saat ini
Kita sudah tak bersama lagi
Ada satu, yang kurindu
Kehangatan cinta dalam pelukanmu
Biarkan aku melukiskan bayangmu
Karena semua mungkin akan sirna
Bagai rembulan sebelum fajar tiba
Kau slalu ada walau tersimpan di relung hati terdalam
(Adera – Melukis Bayangmu)
                Mendadak hatiku sedih. Teringat hal yang tak seharusnya kuingat. Kubatalkan menonton K-drama. Menyingkirkan laptop ke meja belajar. Dan aku menangis di bawah tangkupan bantal.

Yoon Mi Rae - I Love You

Jumat, 02 Januari 2015

oraensigan hamkkeraseo nae chinguro nan neomudo pyeonhaesseosseo
ige saranginjul moreugo jinaesseo geurae geuraewasseo
neol motbomyeon bogo sipgo nae kkumsoge niga jakkuman natanago
maeil jamdo motja nunmullo jinaesseo neoui geojeori nan duryeowoseo
oneuldo tto tto motaneun geumal
jibape seoseo junbihaetdeon mal
na kkumeseorado geu kkumeseorado
neoui nuneul bomyeo gobaekhago sipeun sojunghanmal
naeireun jeongmal kkokkkok haebogo sipeunmal
yonggijocha eobseo motaetdeonmal
naneun geobi naseo neomu museowoseo
niga meoreojilkka oraetdongan motaetdeonmal
neoreul saranghae
gakkeum neoneun sure chwihae neujeunbam nal bogo sipdaneun mareul hago
bamsae seolleime naneun jamdo motja
neoneun sulgime han marijiman
oneuldo tto tto motaneun geumal
jibape seoseo junbihaetdeon mal
na kkumeseorado geu kkumeseorado
neoui nuneul bomyeo gobaekhago sipeun sojunghanmal

First Post in 2015

Kamis, 01 Januari 2015

     Haiii, haiii, HAAAAAIIII!!!
     *suara serak jerit-jerit*
     Ngomong-ngomong soal suara serak, suara gue udah dua minggu ini berubah jadi sekseh. Kalo ngobrol selalu disela oleh "ekhm, ekhm, EKHMM!" Dan itu ngeganggu banget. Kadang kalo gue biarin, suaranya ilang-ilangan. Untungnya pada gak ada yang ngetawain gue. Sebelumnya sih, gue sama Riri dan Simus iseng-iseng nyanyi Panji Diponegoro dengan sok pake gaya suaranya Seriosa. Entah kualat atau emang takdirnya suara gue harus bertransformasi, esoknya suara gue udah berubah jadi seksehhh. Sekali lagi, SEKSEEEH!
     Kemarin sih udah bener ya, tapi mungkin gara-gara gue abis olahraga langsung minum es Bu Um dengan brutal, jadinya tenggorokan gue ngambek. Habbatussauda yang dikirim dari Palembang udah abis tapi batuk belum juga ilang. Akhirnya gue nyerah, gue beli Laserin di ToBa ukuran mini. Dan gue sebelum kuis Psikodas minum tuh obat daripada saat kuis berlangsung gue ngeganggu anak-anak lain.
Source: inigujil.blogspot.com

 
Copyright 2010 Powered by blogger
Winter Christmas design by freebingo bloggerized by Biyan Networks Brought to you by Dzignine.com