I'm Yours, But You're Not Mine #2

Sabtu, 25 Mei 2013



“Arliiin!” pekik Irine saat melihat Arlin tersedak air jeruk. Bulir dan airnya merembes masuk ke hidungnya. Wajahnya yang merah karena efek cabai, semakin merah.
“Uhuk! Uhuk!” batuknya menjadi-jadi. Tangannya menepuk-nepuk dadanya.
“Nih!” Fira memberikan tisu.
“Lebay ih, sampe segitunya,” gerutu Irine.
Arlin kesal dibilang lebay. Dia mengelap pelipis dan hidungnya. Dia menyingkirkan mangkok mi ayamnya yang isinya tinggal seperempat lagi. Tak berselera ia melanjutkan makannya setelah mendengar cerita barusan. Pikirannya berkecamuk. Kok kak Niko gak pernah cerita ya? Pacarannya udah berapa lama? Kenapa bisa putus? Apa kak Niko masih sayang?
“Kalian tau darimana?” Tanya Arlin datar.
“Ehm, waktu ospek kan dia muncul. Sebagai perkenalan Queen tahun lalu,” jelas Irine. “Eh? Waktu itu kamu sakit ya kalo gak salah? Dehidrasi karena lari-lari bawa ember yang disuruh panitia.”
“Iya,” tukas Arlin setengah bête. Teringat ospek tahun lalu. Ia yang pingsan karena disuruh bawa ember yang isinya air sambil lari-lari di tengah lapangan yang panas kerontang.
“Eh, kalian tau darimana kalo kak Jovika mantan kak Niko?” Arlin tampak lesu.
“Waktu ospek juga. Pas dia ngenalin diri. Serempak, kakak yang lain teriak ‘Niko! Lihat mantan kamu! Ciye’. Gitu!” Jelas Fira.
“Hubungan mereka udah jalan tiga tahun, tapi selalu putus-nyambung. Seminggu kemarin baru udah putus lagi,” Irine menambahkan.
Arlin tampak tak bersemangat.
“Eh, tumben Lin, kamu mau tahu gosip?” selidik Irine.
“Ya iyalah, kakak pembimbingnya Arlin. Ya Arlin pasti care dong,” Fira yang menjawab pertanyaan Irine.
Arlin meneguk sisa es jeruknya. Merentangkan tangannya dan berujar pelan.
“Ke kelas yuk, bentar lagi bel nih!”
Irine dan Fira berpandangan melihat tingkah Arlin yang aneh. Tanpa berbicara lagi, mereka mengikuti langkah Arlin.
*****
“…. Nah, Arlin. Coba lafalkan kalimat ini dengan cepat dan runtut buat melatih pronunciation kamu….” Niko menyodorkan kertas yang ditulisnya.
“….”
“Arlin?”
“….”
“Arlina Devita?”
Arlin gelagapan. Tampak malu tertangkap basah melamun.
“Eergh, iy… iya kak. Maaf.”
“Kamu kenapa? Melamun terus dari tadi?” Tanya Niko.
Arlin tersenyum. “Gak pa-pa kak.”
“Ada masalah?”
Arlin menggeleng.
“Jangan bohong. Sudah lima kali kamu tidak berkonsentrasi. Seolah-olah kamu mencerna apa yang aku berikan, padahal pikiranmu berkelana kemana-mana,” tegur Niko.
Arlin termenung. Wajahnya sendu.
“Ya sudah,” kata Niko akhirnya. “Kita pulang saja. Hari sudah sore. Istirahatkan dirimu. Besok kamu harus datang ke lokasi lombanya pagi-pagi. Pelajari saja yang ada.”
Arlin tersenyum tipis. Mulai mengemasi kamus dan buku tensesnya.
“Jo! Aku pulang ya. Nih kunci ruangan. Besok kasih kuncinya ke sir Dana ya,” Niko melempar kunci dengan gantungan Eiffel itu ke arah Jonathan yang sedang membimbing Nadyla, Rudy dan Nisa untuk debate besok.
“Sip. Hati-hati.”
*****
Arlin menatap sosok yang terpantul di cermin. Dirinya sendiri. Mencoba membandingkan dirinya dengan Jovika Rassmussen, a queen in this school last year.
Ia menatap rambutnya yang penuh rol rambut. Semenjak melihat Jovika yang berambut ikal, Arlin bertekad mengubah gaya rambutnya menjadi sama seperti Jovika. Lalu tatapannya beralih ke wajahnya. Penuh dengan cairan krem yang menutupi wajahnya, kecuali mata dan bibirnya. Ia telah melihat kulit wajah Jovika yang mulus tanpa jerawat dan flek. Dan tadi sore, ia tidak langsung pulang ke rumah melainkan ke salon untuk facial yang menghabiskan uang jajannya tiga hari ke depan. Di sisi bad covernya pun telah tersedia irisan timun untuk mendinginkan matanya ketika tidur.
Arlin juga mengambil sebuah obat untuk menghaluskan kulit di lemari mamanya. Pokoknya, Arlin bertekad akan seperti Jovika. Tidak, tapi lebih dari Jovika!
*****

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2010 Powered by blogger
Winter Christmas design by freebingo bloggerized by Biyan Networks Brought to you by Dzignine.com