I'm Yours, but You're Not Mine #3

Sabtu, 25 Mei 2013



Arlin telah tiba di lokasi lomba. Niko belum tiba. Ketika dikonfirmasi, ternyata dia masih ada urusan di sekolah dan akan tiba bersama tim fotografi. Arlin menggigit bibir bawahnya. Ia penasaran akan tanggapan Niko dengan penampilannya. Ia telah mengubah penampilannya habis-habisan. Rambutnya yang semalam digulung telah keriting indah. Menjuntai di punggungnya. Kulitnya juga sudah mulus. Ia bela-belain luluran pagi tadi dengan lulur mamanya. Wajahnya juga sudah dibedak tipis. Tadi pagi bahkan Arlin membujuk Arisa, kakaknya untuk membantunya memasang maskara. Natural, tapi tampak membuat Arlin manis sekali.
15 menit kemudian, tim fotografi datang . Arlin mendongak. Mencari-cari Niko. Itu dia! Niko datang dengan motornya. Saat Arlin siap untuk ‘say hi’, dia lihat di belakang Niko sosok orang yang amat dikenalnya. Jovika!
Arlin tertegun. Ya Tuhaaan. Saat Niko mendekatinya, ia membisu.
“Arlin?”
“Kak, itu bukannya.. kak Jovika?” suara Arlin bergetar.
Niko mengikuti arah telunjuk Arlin. Arlin menunjuk wanita yang tinggi semampai dengan kamera SLR digantungkan di lehernya. Simple. Tapi<!–more–> kau bisa merasakan aura Jovika menguar.
“Oh itu, tadi mobilnya gak muat. Terus Jovika disuruh nebeng aku.”
“Kak Jovika tim fotografi?”
Niko mengangguk.
“Terus, kenapa harus kak Jovika?” cecar Arlin.
Niko dapat menangkap nada tak senang dari Arlin. Niko tersenyum tipis. Senyum itu lagi! keluh Arlin dalam hati. Ia tak tahan dengan senyum itu. Ia harus mati-matian menahan dirinya untuk tidak mencubit pipi Niko.
“Karena Jovika terlambat. Tidak mungkin menyuruh yang lain turun dari mobil lagi menggantikannya,” jelas Niko. “Memangnya kenapa?”
Ditanya begitu, Arlin makin kikuk. Niko tertawa. Lalu menyuruh Arlin untuk bersiap-siap di belakang panggung.
“Oke kak.” Arlin menatap Niko lagi,”wish me luck!
Niko mengacungkan kedua jempolnya
*****
Arlin maju melangkah panggung dengan percaya diri. Suporter dari sekolahnya meneriakkan dukungan untuk Arlin. Tim fotografi mengambil gambar Arlin yang nyerocos dengan pedenya. Terutama Jovika. Di sudut ruangan, Niko tersenyum lebar. Arlin yang melihat senyum menggetarkan itu kian semangat. Penampilannya memukau para juri.
*****
“Haus?”
Arlin duduk meluruskan kakinya melihat pemilik tangan yang menggenggam gelas plastik polkadot. Niko!
“Makasih,” Arlin nyengir. Apalagi setelah melihat isinya, air jeruk dengan berbongkah-bongkah es batu.
“Perform kamu bagus sekali Lin,” ujar Niko. “Kami bangga padamu.”
Arlin tertawa, sekaligus tersipu,”itu kan karena bimbingan kakak dan Ms. Wenny.”
Tak disangka, Niko mengusap lembut kepala Arlin. Arlin terkejut.
“Kami bangga padamu, adik kecil,” tukas Niko sambil tersenyum bangga.
Arlin menenangkan detak jantungnya sendiri. Thanks God! hati Arlin bernyanyi.
*****
Pengumuman juara usai. Arlin tidak mendapat juara pertama, tetapi mendapat juara favorit. Bella menenangkan Erika yang kecewa karena tidak mendapat juara.
Saat pulang, Arlin mencari-cari Niko. Ingin memberitahukan kemenangannya. Karena saat pengumuman, Niko tidak tampak. Ia juga ingin mempersembahkan piala ini untuknya, sebagai pembimbing juga… ehm, yang dikagumi.
“Kak Jo lihat kak Niko?” Tanya Arlin.
“Tidak, tadi dia sama Jovika. Terus ngilang, gak tau kemana,” jawab Jo.
Jovika?
“Kemana?” sahut Arlin, datar.
Jo mengangkat bahu. Arlin mendengus. Ia mengitari gedung lokasi lomba, mencari Niko. Saat tiba di sebuah taman yang ditutupi patung monumen yang besar, ia melihat Niko! Bersama Jovika!
Ia mengintip dibalik patung. Ia tak bisa mendengar pembicaraan mereka karena jaraknya terlalu jauh. Tapi detik selanjutnya, ia merasa tak bisa bernapas.
Niko mengecup kening Jovika! Menatap mata Jovika dalam, menggenggam tangan Jovika, dan menarik Jovika dalam rengkuhannya. Arlin tak bisa berkata-kata lagi. Ia merasakan matanya memanas. Tanpa sadar ia berteriak.
“Kak Niko!!!”
Pasangan yang sedang bermesraan itu tampak terkejut saat diketahui keadaan dan keberadaannya.
“Arlin…” desis Niko.
Arlin menjatuhkan pialanya tanpa sadar dan piala itu patah terempas pinggir patung. Arlin berlari, dan terus berlari menghindari Niko sejauh-jauhnya. Bodohnya ia, merubah penampilan dan segalanya demi laki-laki yang masih menyayangi mantannya. Tak mungkin Niko melupakan Jovika secepat itu. Jovika seorang queen dan perfect  untuk taraf ukur seorang perempuan. Ditambah lagi, mereka baru putus seminggu lalu. Hubungan mereka pun selalu putus-nyambung selama tiga tahun ini. Tak mungkin Niko dengan mudahnya melupakan Jovika.
Arlin terus berlari. Penglihatannya kabur karena debu dan air mata. Dadanya sesak, dan pendengarannya serasa mati rasa. Ia tak mampu mencerna apapun. Hingga ia terus berlari ke arah pertigaan jalan dan tak melihat truk semen yang melaju kencang ke arahnya.
“AAAAAH!!!”
CIIIT! BRUAKKK!
Arlin merasa badannya limbung. Sedetik kemudian ia mendengar bunyi hempasan keras. Dan ia sadar, ialah sumber bunyi hempasan itu. Arlin merasa badannya patah dan matanya berkunang-kunang. Ia ingin menggerakkan badannya, tapi sarafnya seperti mati rasa. Ia merasakan leleran cairan berbau amis dan kental pada pelipis, hidung, dan mulutnya. Saat ia mencoba berkata-kata, cairan itu semakin deras mengalir.
Pandangannya mulai hilang. Ia dapat mendengar suara yang memanggil namanya. Namun, suara itu kian samar. Hilang…
*****
END!
<!–more–>

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2010 Powered by blogger
Winter Christmas design by freebingo bloggerized by Biyan Networks Brought to you by Dzignine.com