Sebuah Nyanyian Hati #7

Jumat, 03 April 2015

Huhuuu akhirnya nyampe juga chapter terakhir :D
Sebenernya sih, udah selesai lama. Cuma berhubung gue nggak sempet ngepost, akhirnya yaaa kelamaan dah. heheeeEEE...

________________



Aku akhirnya resmi putus dari Risky. Ada rasa kosong dalam hati. Entahlah, apa ini hanyalah kebiasaan yang tiba-tiba tak terlaksana, atau memang aku membutuhkannya. Tapi, dia tetap menghubungiku. Menelponku, meski tak sesering dulu. Masih suka menyanyi untukku. Tetap saja hatiku getir, ketika teringat kembali alasannya meninggalkanku dulu.
Aku masih suka menangis sendiri. Memeluk teddy bear-ku dan menganggap itu Risky. Memeluk erat-erat dan berbisik di telinganya meskipun kutahu itu sia-sia.
“Aku mencintaimu, kenapa kamu tega sekali meninggalkanku,” begitulah bisikku berulang-ulang pada bonekaku. Tetapi boneka itu hanya tersenyum, membisu. Dan aku akan memeluknya erat-erat dan menangis di kepalanya. Terus, terus, berulang-ulang tiap malam ritual itu aku lakukan.
*****

Biarkan aku melukiskan bayangmu...
Karena semua mungkin akan sirna...
Bagai rembulan sebelum fajar tiba...
Kau slalu ada walau tersimpan di relung hati terdalam...
*****
Sudah lebih delapan bulan perpisahanku dengan Risky. Aku masih belum bisa melupakannya. Dia juga masih single, entah karena masih merasa bersalah padaku atau memang belum menemukan pasangan yang cocok.
Risky tahu, aku masih menyimpan potretnya di ponselku, atau laptopku. Dia tahu, tapi dia membiarkannya. Aku tahu dia merasa bersalah, tapi apa daya? Aku tak perlu menahan seseorang yang bahkan tak mampu mempertahankanku, sekalipun aku masih teramat mencintainya. Aku hanya ingin menjadikan Risky sebuah kenangan saja. Dan luka.
Setiap aku teringat padanya, entah mengapa tiba-tiba air mataku mengalir. Apa karena menyesal karena membiarkannya pergi, atau karena kekecewaan yang mendalam, aku tak tahu. Yang jelas, setiap teringat padanya aku pasti menangis. Ada saja yang mengingatkanku padanya. Entah itu lagu yang menggambarkan keadaanku atau lagu yang sering dinyanyikannya, pemberiannya, kata-kata yang sering diucapkannya yang tak sengaja diucapkan orang lain lalu terdengar olehku, atau apapun itu. Sepertinya semua hal dapat mengingatkanku pada Risky.
Aku masih berkutat di depan laptop. Tugas dari dosen masih menyita konsentrasiku. Aku menguap. Lalu menyeruput secangkir kopi kental yang sudah dingin. Kulirik weker di meja belajarku yang remang-remang. Hampir pukul tiga pagi. Huaaah. Aku capek sekali. Segera kututup laptop dan beranjak menuju ranjang sebelum subuh menjelang.
Tempat tidurku kuposisikan di samping jendela. Agar ketika pagi, sinar matahari segera masuk dan membangunkanku. Aku mengucek-ngucek mataku yang lelah, lalu menarik tirai agar terbuka.
Tampaklah bulan purnama yang bulat sempurna di langit ufuk timur.
Bahkan purnamapun mengingatkanku pada Risky. Seolah wajahnya terlukis di bulan itu. Seolah tersenyum menatapku dan berkata,”jangan suka begadang, ingat kesehatanmu.”
Mendadak hatiku sedih. Kupeluk bonekaku dan aku menyusup dalam selimut. Kutangkupkan kepalaku di bantal. Menangis tanpa mengisak, menjerit sekencangnya dalam hati. Hingga subuh memanggil dan langit pelan-pelan memerah. Meninggalkan jejak purnama semalam.
*****
THE END
 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2010 Powered by blogger
Winter Christmas design by freebingo bloggerized by Biyan Networks Brought to you by Dzignine.com