Sebuah Ntanyian Hati #5

Kamis, 19 Maret 2015


Reta resmi pacaran dengan Damar, anak kelas sebelah. Tentu saja beritanya cepat sekali menyebar. Padahal Reta maupun Damar tidak mengekspos hubungan mereka ke media sosial. Yang tahu hanya mereka berdua. Reta memang sudah lama menyukai Damar, ternyata tanpa pendekatan yang rumit, tiba-tiba Damar menyatakan perasaannya lewat chattingan. Barulah terungkap proses pendekatan mereka, lewat obrolan Facebook.
Dan itu di hari yang sama saat Risky menyatakan perasaannya padaku.
Bukan tak mungkin ini juga akan menyebar. Aku menghembuskan napas berat di depan cermin. Apakah dengan berlangsungnya hubunganku dan Risky ini memengaruhi pergaulannya yang mayoritas menjalin pertemanan dengan anak perempuan? Apakah aku akan dibenci oleh fans-fansnya? Apakah aku akan... ah, ini hanya kekhawatiran yang berlebihan. Aku segera menepis pikiran burukku.
Tapi... apakah aku masih bersikap cuek kepada Risky seperti dulu sebelum memulai hubungan? Pipiku memanas. Apakah aku harus bersikap manis seperti layaknya anak perempuan yang sedang pacaran? Memikirkan akan bertemu Risky saja sudah membuat aku gugup. Hei, aku lupa jika kami satu kelas. Aduh, haruskah aku bersikap jaim seperti teman-temanku yang sedang pacaran?
Aku meyakinkan diriku sekali lagi di depan cermin. Kamu nggak apa-apa, Fir. Bukankah bersamanya memang keinginanmu, aku tersenyum lagi.
“Ma, aku pergi dulu,” pamitku seraya mencium tangan Mama.
“Hati-hati, ya,” Mama menyelipkan sepuluh ribu ke sakuku.
Aku melangkah dengan lambat. Pelajaran pertama hari ini adalah keterampilan. Otomatis pelajaran pertama akan dilaksanakan di laboratorium keterampilan. Duh, gimana ya nanti? Apa aku harus ke lab dengan Risky seperti teman-temanku yang lain? Apa aku harus mengabaikannya dan bersama temanku yang lain seperti Dhila atau Reta? Tidak, nanti pastilah Nanda atau Yuni akan bersamanya ke lab jika aku mengabaikannya. Bukankah mereka berdua tidak tahu status hubunganku dengan Risky, mungkin? Ah, aku terlalu memikirkan hal-hal bodoh.
“Loh, ini ya pacarnya Risky?”

Aku tersentak. Seorang anak laki-laki tinggi kurus menatapku sambil tersenyum-senyum. Lalu meneriaki temannya yang lain.
“Ooh, jadi ini pacarnya Risky?” tambah teman-temannya yang lain. Mereka menatapku penuh rasa ingin tahu.
Aku cengo. Lalu buru-buru membalas senyum mereka dan buru-buru masuk kelas. Astaga, darimana mereka tahu? Baru satu hari sejak kemarin Risky menyatakan dan mereka tahu. Aku tahu Risky cukup eksis dan dikenal. Tapi aku tak menyangka sampai hubunganpun mereka tahu. Mungkinkah Risky yang mengekspos? Tidak, aku tahu tipenya. Dia bukan laki-laki ember. Tapi, darimana mereka tahu? Mungkinkah aku harus menanyakan pada Risky? Ah, tidak. Baru jadian saja sudah sok tanya-tanya.
Aku melangkah ke kelas. Dibanding hubunganku, rupanya gosip Reta dan Damar lebih “hot”. Fuuuh, aku menghembuskan napas lega. Tiba-tiba, Dhila masuk kelas dan memberondongku dengan pertanyaan-pertanyaan.
“Firaaaa, kamu jadian dengan Risky, kan? Iya, kan?” tanyanya sumringah.
“Eee iya, karena kamu juga,” jawabku.
Aku masih menanti kedatangan Risky. Tapi batang hidungnya belum kelihatan. Apakah dia absen? Hei, lagipula jika dia datang apakah aku harus mengabaikannya dan ke lab bersama Dhila saja? Akhirnya aku ke lab bersama Reta dan Dhila. Reta terus menerus dihinggapi pertanyaan-pertanyaan oleh teman-temanku yang penasaran akan status hubungannya dengan Damar. Pasalnya, jangankan disangka akan jadian, dekatpun mereka tidak. Yah, tapi itulah yang terjadi sekarang.
Aku kaget.
Risky telah duduk di teras lab bersama teman laki-lakinya yang lain. Pintu lab masih terkunci. Bu Wati selaku guru keterampilan belum tiba. Tapi sikapnya dan sikapku biasa saja. Hanya saja, kali ini kita saling bertatapan dan tersenyum. Sebatas itu saja. Tetapi, apakah ia memikirkan permintaanku di malam ia menyatakan cintanya?
Aku mau kamu bilang langsung ke aku, mau kan? balasku setelah aku mengiyakan untuk jadi pacarnya, aku memintanya untuk mengatakan secara langsung padaku.
Siippp:)
Aku ingat, dia mengiyakan. Tapi, aku malah semakin gugup. Akhirnya, kami tak bicara sepatah katapun. Hanya berjalan bersisian saat masuk ke dalam lab. Jarak kami dudukpun berjauh-jauhan. Sungguh, tak nampak bahwa ada hubungan khusus diantara kami.
Aku menyelesaikan latihan keterampilan lebih cepat dibanding yang lain. Kali ini, aku keluar duluan bersama April. April jugalah yang menguatkanku ketika Yuni menyatakan cintanya pada Risky. Tentu saja April tahu hubungan kami sekarang. Bersamaan dengan aku dan April yang keluar lab, Risky ikut menyusul.
Ada rasa gugup, malu-malu, dan tegang saat April menyuruhnya mengatakan langsung. Dan... dia sungguh-sungguh mengatakannya. Singkat, tetapi lugas dan apa adanya. Jauh dari kata-kata gombal seperti yang kubayangkan.
Aku semakin mencintai pacarku.
*****
Hari demi hari, aku sudah bisa menyesuaikan sifatku dan sifat Risky. Ternyata dia mempunyai sisi yang tidak diketahui orang lain. Aku bahagia, menjadi orang yang mengetahui sisi itu. Tak jarang aku membuatnya kecewa. Tapi dia tetap saja membuatku menjadi seperti ratu. Pengorbanannya. Bahkan, ia sama sekali tak bergaul intens dengan anak perempuan seperti dulu. Hanya teman-teman akrabku saja seperti Dhila, Reta, dan sebagainya. Dia tidak lagi berdekatan dengan Yuni, Vioni, atau Nanda, yang dulunya begitu akrab. Mungkin inilah yang membuatku sempat dijauhi oleh mereka. Aku berusaha tidak menjadi pencemburu, aku tak ingin dia menjauhi mereka. Tetapi di sisi lain, aku tak ingin jika suatu saat nanti kejadian seperti Yuni dulu terulang lagi. Aku tak ingin melepaskan Risky. Aku ingin bersamanya. Sekarang dan nanti. Hatiku sudah terpatri namanya. Maafkan aku...
Risky mengerti sifatku yang pencemburu. Dan dia turut senang dengan itu, katanya.
“Itu tandanya, kamu benar-benar sayang padaku, Fir,” katanya dengan senyum manis. Senyum yang dulu banyak melelehkan hati gadis-gadis yang melihatnya.
Di hari jadi kesatu bulan, dia memberiku sebuah teddy bear. Untuk menemanimu, anggap saja aku, begitu tulisnya pada surat yang menyertai boneka itu. Dan boneka itu, selalu menjadi teman tidurku. Sudah menjadi kebiasaanku memeluknya. Jika boneka itu tidak ada, tidurpun aku tak bisa.
*****

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2010 Powered by blogger
Winter Christmas design by freebingo bloggerized by Biyan Networks Brought to you by Dzignine.com