Sebuah Nyanyian Hati #3

Kamis, 12 Februari 2015

           Aku sudah merelakan Risky. Biarlah, biarlah semua mengalir begitu saja. Risky berhak menentukan pilihannya. Malam ini, aku sudah membuang semua rasa itu. Air mata juga sudah mengering. Aku tahu konsekuensi jatuh cinta diam-diam. Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam hanya akan menyaksikan dari kejauhan. Hanya bisa mendoakannya dalam diam.
Seperti aku.
Orang yang jatuh cinta diam-diam. Menulis surat juga hanya ditemani oleh pena, saksi bisu semua ini. Surat untuk Risky, yang tentu saja tak akan tersampaikan padanya.
Malam ini, kurelakan Risky pergi. Aku menerima kenyataan bahwa aku hanyalah seorang penonton. Yang menyaksikan semuanya di luar panggung kehidupannya.

*****
                “Halo temankuuu,” sapa Dhila manis.
                Aku tersenyum saja membalasnya. Ini sudah seminggu sejak... ah, aku tak ingin mengingatnya lagi. Tapi kurasa Dhila tak mengerti, dia mendekatiku. Membahas soal kejadian seminggu yang lalu.
                “Eh, aku tahu lho bagaimana kelanjutan kejadian Yuni yang ‘itu’ tuh,” ujarnya bersemangat.
                “Apa sih, Dhil. ‘Itu’ apaan? Soal Risky? Jangan dibahas lagi, deh. Aku udah mutusin buat ngelupain semuanya. Fix. Jadi jangan diungkit-ungkit lagi, ya,” pintaku malas.
                Dhila tertawa, lalu menyenggol-nyenggolku dengan sikunya,”yakin?”
                “Yakin!”
                “Yakin gak mau tahu apapun termasuk Risky nolak Yuni? Hehehe.”
                “Iyy..!”
                Hah? Risky nolak Yuni?
                Badanku menegang. Kutatap Dhila yang masih saja tertawa-tawa menggodaku. Puas dia setelah berhasil menggoda teman sebangkunya ini.
                “Sini duduk. Nggak capek apa berdiri terus,” tanpa kujawab apapun dia segera menyuruhku duduk. Merasa mengerti dengan pikiranku.
                Kutarik bangku di sebelahnya. Saat itu jam istirahat. Tentu saja kelas kosong. Teman-temanku sedang makan di kantin. Termasuk Risky.
                “Hm, jadi kemarin aku ngobrol sama dia. Kamu pasti tahu kan, dia sudah tahu kalo kamu suka dia? Sebelum ke topik inti, aku mau nasehatin dikit ke kamu. Jangan terlalu percaya orang! Udah jelas si Vioni deket dengan Risky, ya jelas ada kemungkinan dia akan ngasih tahu Risky kalo ada yang suka dia. Emang sih, dia nggak terang-terangan ngasih tahunya. Dia cuma ngasih kode ‘Ky, ada yang suka kamu’, ditanya Risky, ‘emang siapa sih?’, nah si Vioni bilang, ‘dia si Cewek Novel’. Ya jelas Risky tahu kalo itu kamu! Siapa lagi yang maniak novel di kelas ini selain kamu,” kata Dhila sedikit menekan kata akhirnya.
                “Iya sih, Dhil. Aku juga nggak hati-hati. Terlalu percayaaa aja sama orang sembarangan.”
                “Nah, lain kali kalo mau cerita ke aku aja. Aku welcome kok, lagian aku temen sebangku kamu. Nggak mungkin aku jadi pengkhianat, kan,” lanjutnya lagi.
                “Iya, iya. Maaf deh...”
                “Fuuh ya udah. Yang terjadi biarlah terjadi. Lanjut ke topik Risky,” Dhila merendahkan sedikit nada bicaranya. “Si Risky nolak Yuni. Sehari sesudah kejadian itu, Yuni nanyain lagi kepastian ke Risky. Kamu pasti denger kan, si Risky bilang ‘Yun, kamu serius? Kalo kamu serius, kuterima deh’, nah itu ternyata ditanya lagi oleh Yuni ke Riskynya by phone. Tapi ternyata Risky nolak. Dia nggak serius saat bilang ‘diterima’.”
                “Serius, Dhil?!”
                “Ngapain aku bohong. Dia juga cerita ke aku,” kata Dhila. “Makanya lain kali ceritanya ke aku! Ke AKU!”
                “Iyaaa Dhilaku sayang.”
                Dhila mendengus. “Dan kamu tahu poin pentingnya lagi?”
                “Apa? Apa? Apa?” tanyaku riang dan penasaran.
                “Nggak ah, tadi katanya nggak mau tahu lagi soal Risky,” Dhila tersenyum nakal.
                “Huuuu kamu payaaah, deh. Yaaa tadi kan kukira dia udah beneran sama Yuni.”
                Dhila tertawa lalu berbisik,” kemarin aku udah bilang ke Risky. ‘Ky, kamu suka kan dengan Fira? Nyatain, ntar diambil orang, lho’. Dan kamu tahu dia menjawab apa? Fuuuh, jangan kaget ya. Etss, nggak perlu tegang Firaaa. Tanganmu itu mendadak mengeras.”
                “Dia bilang... ‘Wait’,” lanjut Dhila sambil tertawa. “Aaaah, Firaaaaaa.”
                “Dhil, kamu... serius?” tanyaku ragu. Aku tak ingin Dhila hanya ingin membuatku senang. Sudah cukup aku tak percaya lagi pada Vioni. Jangan sampai aku tak percaya pada Dhila yang notabene adalah teman sebangkuku.
                “Ya ampun, aku serius. Nggak mungkin aku bohongin kamu pake nama Risky,” wajahnya berubah datar.
                Aku tersenyum. Entah benar atau tidak, tetapi faktanya Risky menolak pernyataan Yuni. Hal itu saja sudah membuatku senang. Aku benar-benar tak bisa membohongi perasaanku. Ternyata aku masih sangat menyukainya. Masih berharap banyak padanya.
*****
Saat itu kehadiranmu...
memberi arti bagi hidupku...
*****
TO BE CONTINUED

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2010 Powered by blogger
Winter Christmas design by freebingo bloggerized by Biyan Networks Brought to you by Dzignine.com